Alhamdulillahirrabil’alamin, perasaan dan situasi pada saat saya menulis ini sudah saya bayangkan sejak 5 bulan lalu tepatnya ketika saya memutuskan untuk mengambil 6 mata kuliah sebanyak 17 SKS pada semester tiga yang baru saja saya lewati. Saya sudah membayangkan dan memprediksi bagaimana perjalanan pada semester tiga saya jalani. Saya selalu melakukan ini ketika mengambil setiap keputusan dalam hidup. Ketika berhadapan dengan tantangan saya selalu berpikir ujung dari ceritanya itu itu pasti harus bahagia. Ketika saya mengambil PhD, saya pertama fokus pada ujungnya, saya bisa membayangkan bagaimana saya bisa tersenyum, bukan karena telah mencapai degree formal tertinggi, tapi karena saya telah berjuang melewati dan menjalani perjalanan mimpi itu (semoga sesuai rencana). Baru setelah itu saya rancang semua prosesnya dari ujung ke pangkal. Saya mulai dari target dan saya rincinya apa yang harus saya lakukan untuk mencapai setiap target secara rasional dan juga dengan pertimbangan emosional. Saya perhitungkan semua risiko, ancaman, peluang, tantangan, dukungan, kesempatan dan kekuatan. Ya, itulah yang selalu saya lakukan, saya menjadi manajer, sekaligus penasihat, pembisik, dan eksekutor atas setiap keputusan yang saya ambil.
Kembali ke topik kuliah semester 3. Saya bisa memprediksinya ketika proses mengontrak mata kuliah. Saya baca satu persatu ketentuan perkuliahan termasuk komponen penilaian pada silabus yang disediakan. Dari dokumen itu saya dapat secara sadar mengukur beban tugas yang akan saya hadapi dibagi kapasitas diri saya dan waktu yang tersedia. Memang saya akui, ada unsur ego yang mendorong saya mengambil sebanyak 17 SKS. Ego diri yang juga cukup rasional karena saya punya target selesai mata kuliah untuk syarat lulus di semester 4. Selain itu saya juga berkaca dari perjalanan semester 1 dan semester 2. Walaupun pengalaman waktu itu bukan cermin yang sangat objektif. Semester 1 saya hanya mengambil 6 SKS, kemudian semester 2 mengambil 12 SKS. Saya pikir waktu dan semangat saya masih cukup untuk menambah SKS di semester 3. Rupanya agak sedikit melenceng karena faktanya tugas di semester 3 bisa disimpulkan 3 kali libat lebih banyak dari pada pada semester 1.
Karena banyaknya tugas yang saya peroleh sejak awal kuliah, akhirnya saya buat daftar tugas pada masing-masing mata kuliah diurutkan berdasarkan tenggat waktu dan diberi keterangan apakah tugas individu maupun kelompok. Para pembaca dapat melihatnya pada tautan berikut. Untuk melihat perbedaan jumlah tugas pada semester 1, 2 dan 3 para pembaca dapat melihatnya pada tabel dan gambar berikut.
Semester | Jumlah Mata Kuliah | Jumlah SKS | Jumlah Tugas | Tugas Individu | Tugas Kelompok |
Semester 1 | 3 | 6 | 13 | 12 | 1 |
Semester 2 | 5 | 12 | 21 | 21 | 0 |
Semester 3 | 6 | 17 | 69 | 56 | 13 |
Dari grafik di atas terlihat jelas bagaimana situasi di semester 3. Secara umum bebannya sangat berbeda dengan semester 1 dan 2. Salah satu mata kuliah dengan proporsi tugas terbanyak (Foundation of Learning Science (FLS)=34.3%) awalnya mau saya ambil waktu semester 1. Namun saat itu saya dihubungi profesornya karena saya masih berada di Indonesia dan beliau tidak mengijinkan saya dengan alasan akan ada banyak tugas pekanan yang beliau rancang. Beliau menyarankan untuk mengambil kembali pada semester 3 (karena mata kuliah ini hanya disajikan setahun sekali di ILS). Mata kuliah berikutnya yang menuntut tugas pekanan adalah Study in Alternative Assessment (SAS=20%). Kedua mata kuliah di atas sangat penting diambil oleh mahasiswa bidang pendidikan. Sangat recommended. Sebanding dengan tugas-tugasnya yang menantang tapi hasil dari pengalamannya juga tidak mengecewakan.
Tulisan ini saya buat bukan hanya sekedar untuk sharing pengalaman tapi untuk jadi bahan kenangan saya suatu hari nanti. Saya sangat berterima kasih kepada diri sendiri karena telah mau berjuang dalam suka dan duka. Berjuang melewati semua onak dan duri. Berjuang mengarungi samudra tantangan. Di saat yang sama saya juga bersyukur kepada Allah, karena masih diberikan kesehatan, kekuatan, semangat, nikmat bisa berpikir, bisa membaca, bisa merasa, bisa menjalani hari-hari yang masih diberikan. Tidak lupa saya berterima kasih kepada keluarga yang selalu mendukung, istri dan anak-anak yang harus hidup berjauhan dengan ayah dan suaminya. Harus menanggung kesulitan tanpa uluran tangan saya secara langsung.
Tidak lupa terima kasih kepada para professor yang telah mendesain perkuliahan dengan sangat menarik, menantang, mendorong, menekan, sekaligus menyenangkan, menjadi kenangan karena sangat menuntut untuk bersabar dan terus belajar. Bersabar untuk terus meningkatkan cara pandang. Belajar untuk lebih efektif dalam belajar. Bahan bacaan yang sangat banyak, puluhan paper yang kami bahas dikelas. Ratusan artikel yang saya baca waktu menulis final project. Otak diperas untuk menemukan ide dan gagasan, menemukan masalah sekaligus solusi. Otak, hati, dan fisik berjalan seirama untuk mengembangkan wawasan, cara pandang dan pengalaman. Juga untuk teman kelas yang telah bersabar, saling belajar, saling menghormati, saling mendukung, saling menopang. Teman kelompok tugas yang saling menguatkan, saling melengkapi, saling percaya, saling membantu. juga untuk atasan, pimpinan dan UM yang telah mendorong saya untuk mengalami semua cerita ini. Semua kenangan ini akan jadi cerita panjang. Mungkin akan berguna bukan hanya untuk saya tapi untuk semua orang yang ikut merasakan dan terinspirasi untuk melakukan yang sama atau lebih dari yang saya alami.
Judul artikel ini sengaja saya bukat “tega(r)nya semester tiga” ini untuk menguatkan kesan, tentang apa yang saya alami dan saya rasakan. Khususnya ketika memasuki pekan 16-18 perkuliahan. Ketika tugas individu dan kelompok semakin mendekati deadlinenya. Ketika harus menyusun final project yang memaksa harus berhadapan dengan laptop lebih dari 15 jam perhari. Kadang laptop baru ditutup pukul 3 dini hari, bahkan baru bisa shutdown jelang shalat subuh. Dan itu terjadi berhari-hari. Saya menunda hal lain yang kurang penting. Saya dorong diri untuk on the track. Saya skip agenda nelefon anak dan istri. Sekalinya nelefon, anak hanya melihat wajah ayahnya, sedangkan saya masih fokus dengan bacaan dan tulisan yang harus saya selesaikan. Maafkan ayah Nak, semoga semuanya segera berlalu.
Di samping tugas kuliah, dalam waktu yang sama, saya harus mengerjakan revisian naskah paper pertama yang mendapatkan respons dari editor di akhir November. Kami hanya diberi waktu dua bulan untuk merampungkan revisinya. Dalam waktu dua bulan bolak balik dengan komentar profesor lebih dari 6 kali. Saya sangat bersyukur dengan dedikasi dan bantuan supervisor yang sangat sabar, cermat, telaten, memotivasi. Beliau membaca naskah kami dengan sangat cermat, mengomentari setiap kelemahannya memberi saran untuk perbaikan. Dari beliau saya belajar bagaimana membimbing, bagaimana mengarahkan, bagaimana memotivasi, bagaimana menginspirasi mabimnya. Selain itu pada waktu yang sama termasuk ketika tulisan ini dibuat, saya juga sedang mengerjakan tulisan berikutnya yang harus selesai pekan depan. winter break yang seyogyanya akan jadi pekan liburan, sepertinya tidak demikian faktanya. Saya yakin akan terus berproses dalam mematangkan naskah kedua yang harus disubmit akhir Februari 2020.Semua perjalanan pekanan dari semua mata kuliah dapat teman-teman baca pada blog ini juga dipostingan yang berdekatan.
Pada akhirnya saya selalu menyadari dan mengingatkan diri sendiri, bahwa inilah perjalanan hidup. Takdir yang Allah pilihkan atas pilihan saya. Saya menikmati apa pun terjalnya. Saya dapat melewati semuanya sebagaimana rintangan yang pernah dilalui dan semuanya berjalan sejalan yang seharusnya. Terima kasih untuk tahun 2021, dan bismillah untuk perjalanan di tahun 2022. Semoga semuanya kembali sesuai yang semestinya. Dan saya akan melakukan apa yang sudah saya rencanakan, saya akan mengakhiri apa yang sudah saya mulai sesuai prasangka baik dalam pikiran saya.
Pesan diujung tulisan ini, PhD is not easy, so if you wanna try it, be ready! just It!.
Dini hari yang dingin,
Hsinchu, 17 January 2022 02.32