Keberangkatan Studi PhD di Masa Pandemi Covid-19

Teman-teman, kali ini saya mau cerita pengalaman proses keberangkatan studi PhD saya ke negeri Formosa Taiwan. Cerita ini saya buat dalam rangka mendokumentasikan peristiwa yang saya alami agar mudah untuk dibuka dikemudian hari. Di samping itu, barangkali ada sebagian cerita yang bermanfaat untuk para pembaca, khususnya yang berencana studi lanjut di Taiwan.

Sebagaimana judulnya, tekanan cerita yang mau saya sampaikan lebih ke bagaimana proses teknis kaitannya dengan protokol Covid-19. Sehingga sebagian proses bisa saja tidak relevan dengan kondisi normal. Namun, apapun itu, mari kita mulai.

Saya mendapatkan informasi bahwa Taiwan sudah membuka akses untuk mahasiswa Indonesia pada tanggal 25 Agustus 2020. Saya mendapatkannya melalui email dari pihak OIA NTHU. Informasi tersebut di dasarkan pada hasil rapat MOE (Kementerian Pendidikan Taiwan), padahal pada rapat sebelumnya negara Indonesia masih masuk kategori tinggi resiko sehingga tidak dikasih ijin masuk Taiwan. Namun, anehnya tanggal 24 mereka menentukan membuka akses, padahal angka kasus covid di Indonesia masih dalam proses yang menanjak. Saya tidak tahu, pertimbangannya apa, namun saya yakin mereka telah mempertimbangkan dengan matang dan telah menyiapkan sistem penanganan yang sangat standar. Sebagaimana yang kemudian akan saya jelaskan.

Setelah saya medapat informasi dibukanya akses oleh MOE, saya mulai berani memproses urusan visa student. Saya menggunakan jasa agen di Jakarta. Beliau juga yang membantu menguruskan legalisir ijazah dan transkrip jenjang master saya. Setelah semua persyaratan dipenuhi akhirnya berkas saya kirim dari Malang, dan setelah selesai, saya kembali menerima berkas-berkas saya lengkap dengan passport yang sudah ditempeli visanya.

Setelah visa ditangan, saya pesen tiket melalui layanan pemesanan tiket dalam negeri, hanya ada 2 pilihan penerbangan ke Taiwan untuk kondisi Pandemi, yakni China Airline dan Eva Air. Maskapai yang lain tidak beroperasi. Alhasil saya pilih Eva Air karena pertimbangan biaya yang paling murah diantaranya keduanya. Tanggal pemesanan tiket saya didasarkan pada ketentuan waktu yang telah ditetapkan oleh pihak NTHU yakni 7 Oktober 2020. Menurut saya ini cara yang sangat baik dilakukan dengan cara menyatukan waktu keberangakan mahasiswa dari satu negara, hal itu tentu akan memudahkan pihak kampus dalam proses penjemputan dan penanganan teknis untuk isolasi mandiri.

Setelah saya dapat tiket, saya harus lapor melalui form yang telah disediakan pihak NTHU. Sambil proses, saya diinformasikan mengenai hotel yang mereka pilihkan untuk kami. Sehingga kami tidak harus mencari sendiri hotelnya. Pihak NTHU telah bekerjasama dengan dengan agen perjalanan yang menangani pemesanan hotel dan sepertinya untuk teknis penjemputan dari bandara ke hotel dan dari hotel ke kampus pasca karantina mandiri semua dikerjakan bersama agen (dugaan saya).

Singkat cerita, saya sudah dapat hotel, kami diminta melakukan pembayaran sebelum tanggal 29 Sept, pembayaran hanya dapat dilakukan melalui dua cara yakni kartu kredit dan transfer via bank. Karena pengalaman waktu daftar, bayar via bank ada biaya adminsitrasi yang lumayan mahal, akhirnya saya mencari kolega yang memiliki kartu kredit. Setelah okay, pembayaran dilakukan. Dan sebelum keberangkatan saya sudah dapat informasi bahwa pembayaran telah sukses, dan invoice akan diberikan ketika check out dari hotel.

Hari H Keberangkatan

Hari itu hari Rabu, 7 Oktober 2020, tepat dua hari setelah saya melewati ulang tahun ke 31. Persiapan keberangkatan sudah dilakukan sebelumnya, beberapa kebutuhan selama karantina sudah disiapkan, seperti cemilan, pakaian, perlengkapan mandi, dan lain-lain. H-1 semua barang sudah dipacking. Dan tepat pukul 23 saya istirahat karena harus bangun sekitar jam 3.

Awalnya saya mau berangkat jam 2 subuh dengan pertimbangan sudah tiba di bandara 4 jam sebelum boarding. Namun pada H-1 saya ditelfon pihak maskapai Garuda, untuk mestikan saya sudah rapid, dan diminta untuk menginstal dan mengisi aplikasi EHAC di HP. Pada saat itulah saya tanyakan, jam berapa saya harus sudah sampai di bandara. Petugasnya bilang maksimal 2 jam sebelumnya boarding. Akhirnya saya putuskan berangkat dari Malang jam 3.30 WIB. Saya sudah konfirmasi ulang sama pihak travel personal yang saya minta bantuannya.

Jam 3 saya bangun, kemudian mandi, shalat malam, dan tepat jam 3.27, travelnya datang, saya siap-siap, masukin bagasi, dan bangunin istri, kemudian anak saya yang kedua (Nata) ikut bangun, sementara anak saya yang pertama (Syakirah) masih tertidur pulas, awalnya mau dibangunin sama istri, tapi saya bilang, tidak usah, khawatir malah nangis pengen ikut. Syakirah ini tadi malam bobonya tumben lebih cepat dari biasanya, mungkin karena melihat ayah dan ibunya sibuk packing, akhirnya dia memilih tidur lebih awal.

Tepat jam 3.35 WIB, saya memulai perjalanan dari WPS Malang, kemudian shalat shubuh di Masjid Chengho Pandaan Dan pada pukul 5.50 WIB. Sampai di Bandara Juanda. Karena sedang pandemi, terminal 2 yang biasanya dipakai oleh Garuda dan penerbangan internasional, kali ini tidak digunakan, karena tidak ada penerbangan internasional.

Jam 6.30 bersama dosen senior dari FIA UB, saya check in, karena koper kami dikhawatirkan pecah, akhirnya kami diminta memwraping dulu, bayarnya 60 ribu. Setelah check in, kami masuk ke ruang tunggu pesawat. Pada saat check in, kami diminta menunjukan kartu Identitas (bisa KTP atau Passport), tiket dan kartu EHAC yang sudah di download. Dan surat hasil rapid test yang masih berlaku dan dinyatakan non reaktif. Alhamdulillah bagasi kami masih di bawah batas maksimal (30 Kg), dan kami pun menunggu di ruang tunggu pesawat sekitar pukul 6.45an.

Sekitar pukul 8, kami diminta masuk pesawat dan tepat pukul 8.20 WIB kami terbang ke Jakarta. Pesawat Garuda menerapkan kebijakan physical distancing, yakni setiap jarak satu orang dikosongin, sehingga dari jatah 6 kursi yang di isi hanya 4 kursi saja. Di pesawat kami diberikan snack (standaranya Garuda).

Tepat pukul 9.45 WIB sampai Cengkareng, kemudian kami ada pemeriksaan kartu kesehatan dengan scan dokumen Ehac yang sudah di isi sebelumnya. Setelah mengambil bagasi, kami naik ke lantai 2 untuk proses check in penerbangan internasional.

Pada saat check in di Eva Air, prosesnya agak lama dan cukup crowded, sampai-sampai keamanan bandara dan pihak kepolisian bandara berulang kali mengingatkan para penumpang dan phak Eva agar kami dipastikan melakukan physical distancing.

Apa yang disiapkan pada saat check in di sini? pertama tiket, kedua passport, ketiga surat deklarasi kesehatan, keempat screenshoot deklarasi kesehatan yang disediakan oleh pemerintah Taiwan. Di sini kami tidak diminta hasil rapid maupun PCR. Memang Taiwan tidak meminta itu, karena kami harus karantina mandiri selama 2 minggu setibanya di Taiwan. Kemudian kami ditanya entry permit dan ditanya-tanya mengenai isi bagasi. Mereka mewanti-wanti dalam bagasi tidak ada cairan yang mengandung alkohol yang dapat meledak di pesawat. Setelah semua aman, akhirnya kami dapat boarding pass untuk proses masuk pewasat.

Setelah urusan check in selesai, kami masuk ke bagian imigrasi, di sini suasananya agak tegang, petugasnya tegas-tegas, seperti ketika ada orang tua pengantar mau masuk, langsung disuruh mundur ke batas yang diperbolehkan. Setelah melakukan scaning badan, dan barang bawaan yang dibawa ke kabin, masuk area paling menentukan yakni validasi passport oleh imigrasi. Saya ditanya, mau apa ke Taiwan? Jenjang apa studinya? mahasiswa baru apa lanjutan? setelah petugasnya yakin, karena saya menunjukan surat undangan, akhirnya saya masuk ruang tunggu pesawat.

Di ruang tunggu agak lama, kami bisa shalat dzuhur dan asar dulu di jama qosor. setelah cukup lama menunggu, akhirnya pesawat datang, dan kami masuk pesawat. Di pesawat kami dapat snack dan makan. Pramugarinya sangat cekatan, memastikan sebelum makan kami membersihkan tangan dengan tisu basah yang mereka berikan. Makanannya lumayan enak, masih terasa makanan Indonesianya. Dan setelah terbang sekitar 5 jam, akhirnya kami pun sampai di Bandara terbesar Taiwan yang bernama Taoyuan International Airport.

Pada waktu keluar dari pesawat kami langsung berhadapan dengan petugas bandara, tapi hebatnya mereka baik-baik. Kebetulan pada waktu turun dari pesawat saya belum mendapatkan sms sebagaimana yang lain, pahahal sebelum berangkat sudah mengisi form deklarasi kesehatan yang disediakan otoritas Taiwan. Untungnya petugas bandara sigap membantu dan akhirnya dibantu diinputkan, akhirnya aman, dan sempat tas bawaan di periksa, akhirnya lanjut ke Imigrasi. Imigrasi di Taiwan orangnya ramah, cukup minta surat entry permit, kemudian passport saya di cap, dan saya bisa mengambil bagasi, yang ternyata bagasinya sudah dirapikan oleh petugas bandara (tidak dibiarkan muter-muter di tempat biasanya).

Setelah ambil bagasi, saya dorong pakai trolly keluar bandara, dan disana sudah menunggu banyak orang-orang kampus, karena bersama keberangkatan saya, ada banyak calon mahasiswa dari kampus lain yang berangkat pada jadwal yang sama. Disini sedikit ada insiden, karena saya tidak menemukan petugas dari NTHU, ternyata posisi beliau di sebelah kanan, beliau sempat bertanya agak tinggi, kenapa tidak datang dulu ke dirinya, saya malah langsung ke bagian ruang tunggu setelah di cek scan entry permitnya oleh petugas. Saya minta maaf dan saya bilang tidak menemukan plang informasi NTHU, tapi akhirnya beliau meminta saya duduk dan beliau kembali berjaga.

Setelah semua mahasiswa berkumpul, kami diminta menggunakan sarung tangan, dan mengganti masker yang telah mereka sediakan. Setelah itu kami langsung diantar ke hotel yang jaraknya sekitar 40 menit dari bandara. Karena berada di kota Taipei, makanya rate harganya agak mahal. Maklum di ibu kota. Sesampainya di hotel, kami diminta menggunakan sarung /bungkus sepatu mungkin untuk memastikan tidak bawa virus atau kuman ketika berjalan di lorong kamar hotel.

Kami disambut petugas hotel, kami diberi kartu telfon Taiwan, kemudian kami diberi makan untuk makan malam berupa roti, jus, dan buah apel merah. Kartu dan makanan sudah diberi identitas masing-masing. Menurut saya mereka sangat profesional, rapi dan tersistem dengan baik.

Sesampainya di kamar, sekitar 20 menit kemudian ada panggilan masuk, intinya mereka mengingatkan kami untuk melakukan protokol yang mereka tetapkan dan sudah diinfokan sebelum kami berangkat, yakni kami harus mengecek suhu tubuh satu hari dua kali, pada jam 9 AM dan 20 PM dan melaporkan ke nomor yang telah ditentukan serta ke link Line yang telah disediakan. Kami juga diminta pihak hotel untuk mengirimkan scan passport, dan sertifikat deklarasi kesehatan yang sudah kita isi dengan menggunakan informasi nomor HP Taiwan.

Setelah itu, saya beres-beres, ganti pakaian, makan dan istirahat. Itulah ceritanya, semoga bermanfaat.

Berikut pemandangan dari kamar hotel saya


One Reply to “Keberangkatan Studi PhD di Masa Pandemi Covid-19”

Comments are closed.