Rekan-rekan pembaca yang budiman, beberapa hari lalu saya ngobrol dengan salah satu teman dosen dari salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia yang baru saja menyelesaikan program PhDnya pada bidang Kimia di kampus yang sama dengan tempat saya studi (NTHU). Banyak hal yang beliau ceritakan, baik pengalaman manis dan pahit, suka dan duka baik seputar riset, publikasi, problematika kehidupan di lab, dan kehidupan akademik lainnya. Sebagai junior yang sedang menjalani program PhD journey, tentu pengalaman dan petuah yang beliau sampaikan sangat berguna untuk saya. Dari sekian pesan penting yang beliau sampaikan, ada satu pesan yang menarik saya bagikan, sebagaimana judul tulisan ini, ya PhD is not for everyone.
Kata-kata tersebut beliau sampaikan sebagai pengingat, dan pendorong kami untuk kembali merefleksi diri untuk apa mengambil PhD journey dan bagaimana usaha yang sudah dilakukan sejauh ini. Kata-kata tersebut kata beliau umum diungkapkan oleh para professor di Taiwan khususnya di kampus tempat kami studi. Biasanya professor mengatakan hal tersebut ketika menghadapi mahasiswa PhDnya yang tidak menunjukkan performa belajar dan riset yang sesuai standar dan ekspektasinya. Ketika mahasiswa tidak menunjukkan progres yang menggembirakan, maka pilihannya adalah drop out, karena menurut mereka PhD tidak untuk semua orang. Hal itu terbukti dari data survei, konon di US saja persentase PhD/Doctor hanya 2% dari total populasi, di UK hanya 1.4%, sedangkan negara dengan persentase PhD/Doctor terbanyak dipegang oleh Slovenia 3.8% (sumber). Di Indonesia sendiri jumlah penyandang gelar doktor berkisar 143 per satu juta penduduk. Sebagai perbandingan di Malaysia 509doktor/1 juta, di Jepang 6.438/1 juta (sumber). Belakangan pemerintah meningkatkan alokasi anggaran untuk peningkatan jumlah doktor melalui berbagai skema beasiswa seperti LPDP dan kerja sama dengan pemerintah luar negeri.
Saya secara pribadi sangat sepakat dengan pernyataan tersebut, sepakat bukan berarti untuk menakut-nakuti para pembaca yang bermimpi untuk studi PhD, namun sebagai bentuk motivasi dan refleksi agar benar-benar matang ketika berencana untuk memulai program Ph.D. sebagaimana yang saya jelaskan pada tulisan sebelumnya. Studi PhD khususnya yang dilakukan di luar negeri, apalagi di kampus-kampus yang memiliki standar performance akademik dan riset yang tinggi, jelas bukan hanya sekedar untuk mengisi waktu karena tidak punya pilihan setelah lulus S2, atau bukan pula untuk gaya-gayaan demi mendapatkan gelar akademik tertinggi. PhD itu pilihan mereka yang mencintai ilmu dan berhasrat untuk berkontribusi dalam pengembangan dan penyebaran keilmuan sesuai bidangnya. Maka kecintaan dan ketekunan pada proses belajar sepanjang hayat, kemauan yang tinggi, keingintahuan yang besar, dan semangat serta mental baja penting untuk dimiliki.
PhD adalah jalan hidup bagi para peneliti dan akademisi, maka untuk dapat meraihnya dibutuhkan upaya keras dan passion yang tanpa batas khususnya dalam mencintai ilmu sesuai bidangnya. PhD juga mengandung makna tanggung jawab moral dan sosial yang tinggi dalam pengembangan IPTEKS. Kalau kita belajar dari para peneliti besar, mereka benar-benar mendedikasikan waktu dalam hidupnya untuk apa yang mereka cintai (riset dan ilmu). Mereka menghabiskan waktu setiap hari untuk membaca, meneliti, menulis dan membagikan hasil pikirannya. Hasil pikiran yang didasarkan pada landasan dan kerangka teori yang kokoh. Hasil penelitian yang dilakukan melalui serangkaian proses ilmiah dengan kontrol mutu yang ketat. Hasil analisa dan kreasi nalar yang bernas, bukan asal jadi atau asal berhasil.
Selain itu sikap dan pikiran terbuka (open mind) juga menjadi kunci utama seorang pejuang PhD Sebagai calon peneliti, dirinya paham betul akan urgensi bimbingan dan arahan dari para peneliti senior. Namun tetap dengan daya kritis dan pendirian akademik yang mumpuni. Namun, semua poin di atas dapat disimpulkan pada satu kalimat yakni mental belajar yang mapan dan matang, sikap pantang menyerah dan kecintaan pada ilmu yang membuncah.
Terakhir, pesan saya untuk diri sendiri dan rekan-rekan yang berencana atau bermimpi untuk studi PhD maka perbanyaklah membaca dan berkaca. Membaca bukan hanya pada buku, dan artikel ilmiah, namun juga membaca dari pengalaman, dan etos kerja para peneliti dunia. Menjalani peran sebagai mahasiswa PhD berarti keputusan untuk hidup menjadi kaum elite yang tidak semua orang dapat melakukannya. Karena tidak semua orang dapat melakukannya, maka kita harus memiliki daya beda, baik dari cara berpikir, cara bekerja, dan cara berperilaku. Karena PhD journey bukan hanya tentang kemampuan intelektual, atau bahasa asing yang mahir, namun akumulasi dari kekuatan mental dan emosional serta kecerdasan sosial yang tidak asal, karena PhD is not for everyone, hanya bagi mereka yang mau berjuang.
Hsinchu, Jum’at, 22 Oktober 2021 (14-50-15.20)