Refleksi Bacaan Buku Cambridge Handbook of the Learning Science V2

Tulisan ini akan berisi refleksi setelah saya membaca buku Combridge Handbook of the Learning Science V2 yang ditulis oleh puluhan penulis dari kurang lebih 72 negara. Buku ini di editor oleh Keith Sawyer, salah satu peneliti bidang learning science yang sangat terkemuka. Buku CHLS V2 terbit tahun 2014, tepatnya 8 tahun sejak V1 terbit tahun 2006. Buku ini saya baca karena menjadi salah satu buku wajib untuk mata kuliah Foundation of Learning Science yang saya ambil dari Institute of Learning Sciences and Technologies pada Fall 2021. Saya akan mengulas secara singkat apa intisari yang saya dapatkan setelah membaca pada setiap chapter (khususnya yang harus kami pelajari untuk tuntutan perkuliahan. Semoga saya diberikan kekuatan untuk membaca seluruh chapter di dalamnya. Karena lumayan banyaka da 36 chapter yang harus saya baca secara cermat kemudian saya buat pertanyaan dan refleksi setelah membacanya.

Chapter 1. Introduction the new sciences of learning

Hari ini, Ahad, 26 September 2021 jam 14-15 saya membaca Chapter 1 yang ditulis oleh editornya Keith Sawyer. Judul chapternya adalah Introcution the new sciences of learning. Chapter ini diawali dengan kalimat The learning sciences is an interdisciplinary field that studies teaching and learning. LS merupakan gabungan dari disiplin ilmu psikologi, antropologi, sosiologi, sistem informasi, bahkan computer. Selain itu penulis menyebut bahwa LS dapat terjadi tidak hanya di kelas sekolah melain pada pendidikan informal, non formal, bahkan pasca sekolah sekalipun. Selanjutnya penulis menyebutkan bahwa The field of learning sciences was born in 1991, when the first international conference was held and the Journal of the Learning Sciences was first published. Prosesnya tidak mudah karena sebagian guru lama memandang bahwa belajar adalah seni bukan sebuah ilmu. Namun melalui konsolidasi, dan koordinasi para peneliti akhirnya LS dapat disepakati sebagai sebuah disiplin ilmu.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sistem persekolahan baru muncul di abad ke 18 dan 19. Di awal abad 20, muncul satu toeri dan pandangan yang disebut instructionsm yakni visi sekolah tradisional untuk menyiapkan siswa memasuki dunia industri. Dimana di sekolah mereka dibekali dengan pengetahun yang berisi fakta dan prosedur yang harus dikuasai agar dapat sukses di dunia pasca sekolah. Namun belakangan para peneliti memandang bahwa instructionism sudah tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat pada era knowledge economy, dimana seharusnya siswa dapat memahami konsep yang komplek dan menerapkannya dalam bentuk ide baru, teori baru, dan pengetahuan baru.

Para peneliti bidang belajar menyepakati beberapa konsensus that was published by the United States National Research Council (see Bransford, Brown, & Cocking, 2000) antara lain: The importance of deeper conceptual understanding, Focusing on learning in addition to teaching, Creating learning environments., The importance of building on a learner’s prior knowledge, and the importance of reflection.

Selanjutnya penulis menjelaskan tentang bagaimana proses belajar dapat terjadi, secara umum pembahasannya meliputi: How Does Learning Happen?: The Transition from Novice to Expert Performance, How Does Learning Happen?: Using Prior Knowledge, Promoting Better Learning: Scaffolding, Promoting Better Learning: Externalization and Articulation, Promoting Better Learning: Reflection, Promoting Better Learning: Building from Concrete to Abstract Knowledge (Sawyer, 2014).

Berikutnya penulis menyebut soal teknologi pendidikan dengan lebih banyak menyoroti rendahnya dampak dari penggunaan komputer untuk meningkatkan performa belajar siswa di amerika. Menurut beberapa penelitian yang diringkas oleh Sawyer (2014), komputer akan berdampak pada pembelajaran manakala memenuhi beberapa prinsip berikut:

  1. Computers can represent abstract knowledge in concrete form.
  2. Computer tools allow learners to articulate their developing knowledge in a visual and verbal way.
  3. Computers allow learners to manipulate and revise their developing knowledge via the user interface in a complex process of design that supports simultaneous articulation, reflection, and learning.
  4. Computers support reflection in a combination of visual and verbal
    modes.
  5. Internet-based networks of learners can share and combine their developing understandings and benefit from the power of collaborative learning.

Selanjutnya penulis menjelaskan tentang design of sciences and kemunculan dari bidang learning science yang disepakati muncul sejak 1981 ditandai dengan dilaksanakannya beberapa conference yang fokus pada kajian LS, pembentukan journa of learning science, pembentukan asosiasi learning science, sampai pembentukan beberapa jurusan yang membidangi tentang learning sience. Maka refleksi saya tentang isi dari chapter satu ini adalah dalam bentuk dua pertanyaan, pertama mengapa para scentist memandan bahwa instrctionism sudah tidak relevan lagi digunakan di era knowldge economi, dimana letak kelemahannya dan bagaimana yang seharusnya? kedua bagaimana bentuk praktis dari beberapa upaya praktic untuk meningkatkan pembelajaran seperti using prior knowledge, scafolding, Externalization and Articulation, reflection and Building from Concrete to Abstract Knowledge sebagaimana yang dijelaskan Sawyer.

Chapter 2. Foundations of the Learning Sciences (Mitchell J. Nathan and R. Keith Sawyer)

Chapter 2 ini sepintas saya baca sangat berat, banyak istilah baru yang belum familiar dalam pikiran saya. Apalagi jumlah halamannya lebih banyak. Mungkin ditambahkan karena kemampuan fokus saya yang sudah berkurang setelah membaca 2 jam yang lalu. Untuk menyelesaikan bacaan ini saya butuh waktu hampir dua jam. Namun jujur saja, hanya sebagian kecil point penting yang saya dapatkan. Untuk memudahkan ringkasannya, saya coba cantumkan terjemahan langsung bagian simpulannya.

Ilmu-ilmu pembelajaran merupakan bidang interdisipliner yang muncul dari persimpangan sejarah dari berbagai disiplin ilmu yang berfokus pada pembelajaran dan pembelajaran desain lingkungan. Akibatnya, belajar ilmu memadukan penelitian dan praktek- dan memandang kedua pendekatan sebagai sinergis. Misalnya mengamati apa yang terjadi ketika lingkungan belajar baru sering diterapkan menghasilkan pemahaman dasar baru tentang mekanisme pembelajaran dan prinsip desain baru.

Landasan teoretis LS mencakup berbagai ilmu sosial teori. Beberapa teori ini – seperti fokus kognitivisme dan konstruksionisme pada pembelajaran di tingkat individu. Teori-teori ini umumnya
terkait dengan metodologi penelitian unsur. Teori lainnya adalah digunakan untuk lebih memahami pembelajaran yang tertanam dan terletak – bagaimana pembelajaran itu dipengaruhi oleh, dan dalam beberapa kasus terjalin erat dengan, sosial dan budaya konteks. Teori-teori ini umumnya terkait dengan penelitian sistemik metodologi.

Bab-bab dalam buku pegangan ini berbagi dua fitur penentu inti dari: Penelitian LS: mereka menjembatani penelitian dan praktik, dan mereka menggabungkan unsur dan perspektif sistemik pada pembelajaran di berbagai skala. Kami percaya penelitian semacam itu memiliki potensi besar untuk meningkatkan pemahaman ilmiah kita tentang pembelajaran, sekaligus menghasilkan pembelajaran yang inovatif dan efektif desain lingkungan yang mendorong peningkatan hasil belajar.