Pembaca yang berbahagia, kali ini saya mereview sekilas buku berjudul ” Paradigms regained: The uses of illuminative, semiotic, and post-modern criticism as modes of inquiry in educational technology: A book of readings“. Buku ini terbit tahun 1991 di sunting oleh Denis Hlynka dari University of Manitoba & John C Belland dari The Ohio State University.
Buku ini saya dapat pimjan dari Prof. Shelley S. C. Young, Ph.D pengajar saya pada mata kuliah E-learning and Design dari Insitute of Learning Sciences and Technologies National Tsing Hua University Taiwan. Beliau merupakan salah satu dosen lulusan dari OSU US. Pada pertemuan 14 beliau menjelaskan tentang salah satu topik dari buku ini, kemudian beliau menunjukan buku aslinya, dan mempersilakan kami yang mau melihat lebih dekat isinya. Selepas kuliah selesai saya datangi untuk saya pinjam selama satu minggu ke depan. Alhamdulillah beliau mengijinkan walaupun dengan penekanan agar bukunya dikembalikan hehe. Saya mengerti perasaannya. Karena saya tahu ini buku asli dan kenang-kenangan waktu beliau Study di sana. Tentu tidak ingin kehilangan.
Saya pikir kalau saya hanya membacanya dalam waktu satu minggu, belum tentu buku setebal 548 halaman ini dapat saya pahami seluruh isinya. Sehingga saya putuskan untuk mereviewnya secara singkat sesuai waktu yang tersedia dan kemampuan saya dapat berupaya mencerna isinya. Bagi yang pernah membaca secara utuh boleh juga sharing isinya biar saling melengkapi. Oh iya, saya cek buku ini juga dijual di Google Books yang dapat teman-teman akses melalui tautan ini.
Berdasarkan daftar isinya, buku ini disajikan dalam 6 section, biasanya kita mengenal isitilah Chapter atau Bab. Editor mengelompokkannya sesuai topik yang dibahas oleh para penulis. Mari kita mulai bahas setiap sectionnya.
Sebelum masuk ke section 1, editor memberikan pengantar yang cukup panjang dari halaman 5 sampai halaman 22. Secara umum editor menjelaskan topik tentang Critical Study of Educational Technology. Di samping itu author menjelaskan ulasan umum isi dari masing-masing sectionnya.
Section 1 diberi judul Criticism as a Way of Looking At Educational Technology. Section ini terdiri dari 3 tulisan antara lain Developing Connoisseurship in Educational Technology. Tekanan dari tulisan ini yaitu instructional technology harus diaplikasikan dalam pengalaman belajar di lapangan, IT perlu mereview semua sistem instructional pada semua bentuk media, dan lain-lain.
Tulisan ke 2 pada section 1 berjudul Applying Semiotic Theory to Educational Technology. Saya melihat fokus tulisan ini lebih kepada penekanan agar bahan ajar yang dikembangkan memperhatikan teori semiotik dalam pengembangannya. Menurutnya semiotik terdiri dari sintaktik, semantik, dan pragmatik.
Tulisan ke 3 berjudul Whose Knowledge? penulis berasal dari OSU. Menurutnya pengetahuan tidak bebas nilai. Menurutnya lagi pengetahuan tidak diasumsikan memiliki status umum, namun pengetahuan merupakan hasil dari cara mengetahui sesuatu yang dipelajari. Knowing and knowledge are inextricably bound up together.
Section 2 berjudul From Critical Theory to Educational Technology. Section ini terdiri dari 5 artikel. Artikel ke 4 berjudul Interests, Knowledge and Evaluation: Alternative Approaches to Curriculum Evaluation. Penulisnya bernama T. Aoki dari University of Alberta. Penulis menyoroti bahwa di beberapa negara perubahan kurikulum yang dilakukan tidak dibarengi dengan perubahan proses evaluasi kurikulum itu sendiri.
Artikel ke 4 pada section 2 berjudul Emancipative Educational Technology yang ditulis oleh Gary M. Boyd, dari Concordia University, Montreal. Penulis mengajukan gagasan agar pengembangan teknologi pendidikan melibatnyak sebanyak mungkin orang, namun tetap setiap orang perlu diajak diskusi agar tidak menghasilkan cara pandang yang keliru.
Artikel ke 6 dari section 2 berjudul Instructional Development as an Art: On of the Three Face of ID. Ditulis oleh Ivor K Davies dari ISD Indiana University. Inti dari tulisannya adalah bahwa Instructional development mengharuskan adanya penggabungan antaraa Art, Craft, and Science not only craft and science. ID is not a process.
Artikel ke 7 dari section 2 berjudul Educational Technology as Metaphor. Judul ini memang agak menohok. Namun pada bagian simpulan penulis menjelaskan bahwa ET dipandang sebagian orang sebagai alat atau perangkat keras. Pihak lain melihatnya sebagai pendekatan sistematis yang tidak membutuhkan alat dan perangkat keras. Penulis menyarankan agar ET dipandang secara sistematis.
Artikel ke 8 dari section 2 ini berjudul Toward a Conscience: Negative Aspects of Educational Technology yang ditulis oleh Randall G. Nichols dari ET University of Cincinnati. Tulisan ini juga cukup menarik, karena penulis mencoba mengelaborasi dampak negatif dari ET. Menurutnya secara umum teknologi sering mengakibatkan dampak negatif bagi eksistensi suatu fenomena yang sudah dianggap stabil. Demikian juga dengan ET, menurutnya ET akan meningkatkan ketergantingan orang pada teknologi dalam proses pendidikan. Namun demikian penulis mengharapkan agar ET mempertimbangkan aspek fisalat dan sosial dalam prosesnya.
Section 3 berisi tentang studi kasus. Terdiri dari 7 judul antara lain. Artikel ke 9 berjudul Technology and Texts: Breaking the Window, ditulis oleh Robert Muffoletto dari California State Polytechnic University. Artikel ini menjelaskan tentang jarak antara prosedur dari sistem dan perangkat keras teknologi yang berkembang pesat dengan penggunanya. Disini dimulai terminologi analisis kebutuhan, artinya dalam pengembangan teknologi pendidikan harus melibat user sebagai pihak yang akan menjadi pengguna. Di samping itu pengembangan teknologi harus menyesuaikan dengan konteks budaya.
Artikel ke 10 dari section 3 berjudul Criticsm as Methodology for Research in Educational Technology. Artikel ini menjelaskan tentang aliran kritik untuk penelitian teknologi pendidikan. Menurutnya cara pandang kritis penting digunakan sebagai sebagai metode penelitian agar menghasilkan luaran yang bagus. Bentuknya baik berupa kajian kritis pustaka maupun kritik seni dalam pengembangannya.
Artikel ke 11 berjudul Kelly’s Education a Scenario yang di tulis oleh John C Belland, & William D. Taylor dari ISD OSU. Tulisan ini paling singkat kurang dari 2 halaman tanpa referensi. Namun penulisnya adalah orang jenius yang bisa memprediksi masa depan teknologi pendidikan. Sebagian besar dari prediksinya saat ini sudah terjadi.
Singkat cerita isi dari tulisan adalah imaginasi tentang pendidikan di masa depan dengan menggunakan LINC (Learning-Information-Network-Console). Skenarionya ada seorang anak bernama Kelly yang belajar dari di luar rumahnya namun bukan dikelas, menggunakan teknologi canggih yang mutakhir. LINC digambarkan sebagai perangkat yang portable dan dapat diakses darimana saja. Pada kalimat terakhirnya penulis meyakinkan bahwa teknologi pada akhirnya menjadi kekuatan utama untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Artikel 12 berjudul Kelly and His/Her World: Where Did We Go Wrong? ditulis oleh Chadick F. Alger dari Political Science OHU. Intinya penulis bertanya dan mengkaji apa yang salah dengan dunia Kelly. Di akhir tulisannya, ia menjelaskan beberapa pertanyaan yang dikajinya
Artikel ke 13 berjudul On the Limits of Visual Communication: A Case Study ditulis oleh Glend Hudak dari SUNY at Albany. Artikel ini menjelaskan tentang hasil riset penulis mengenai penggunaan media video untuk siswa SMP. Penulis menjelaskan dasar teori yang kuat dan argumentasi teoritis untuk mendukung bagaimana sebuah media video dikembangkan, dan digunakan dalam pembelajaran. Ini termasuk salah satu artikel yang cukup panjang.
Artikel ke 14 berjudul The Production and Distribution of Knowledge Through Open and Distance Learning ditulis oleh Stephen Fox dari University of Lancaster, UK. Artikel ini membahas tentang IT dan ODL. Menurutnya secara alamiah pengetahuan itu berkembang disebabkan oleh information technology dan open and distance learning. Tanpa ada keduanya maka proses penyebarluasan dan pengembangan pengetahuan akanmembutuhkan waktu lama.
Artikel ke 15 berjudul A Grammaer of Educational Television ditulis oleh Ann DeVaney dari Univ Wisconsin-Madison. Ini termasuk salah satu artikel yang cukup panjang. Intinya berisi tentang tinjauan teori dan praktis dalam pengembangan media film. Penulis memandang bahwa media film untuk pendidikan bukan hanya sekedar penyajian cerita secara visual.
Section 4 berjudul Computers and the Critical View. Section ini berisi 6 artikel antara lain. Artikel ke 16 berjudul Critical Analysis of the Use of Computer in Education. Ini artikel yang menarik. Penulis mengungkapkan sejak pertama kali mikro computer masuk sekolah tahun 1983 banyak perdebatan mengenai bagaimana cara menjadi komputer lebih bermanfaat dalam bidang pendidikan. Hasil risetnya menunjukan bahwa tiga pendekatan seperti drill and practice, computer tutorial programs, dan the use of computer programming and simulations dalam bidang pendidikan masing-masing memiliki keterbatasan.
Artikel ke 17 berjudul The USe of Computers in Education: a Response to Streibel. Ditulis oleh Robert Heinich dari ISD Indiana University. Ini artikel juga menarik, karena berisi respon terhadap tulisan pada artikel ke 16. Tulisannya cukup singkat, namun menarik, penulis memunculkan beberapa asumsi dan kekhawatiran tentang cara berpikir dari penulis yang dikaji. Heinich juga menyajikan beberapa argumentasi untuk meluruskan dan atau menguatkan argumentasi yang sudah sesuai dengan pemikirannya.
Artikel 18 berjudul Recontextualizing Computers in Education: a Response to Steibel ditulis oleh Suzanne K. Damarin dari ISD OSU. Tulisan ini juga menarik karena isinya sama menjawab tulisan dari Streibel. Intinya penulis menyarankan agar penggunaan komputer di sekolah perlu didukung oleh pembangunan kultur baru baik dari para guru, fasilitator maupun siswa. Agar komputer tidak hanya dipandang sebagai sebuah alat namun juga lingkungan belajar yang saling menguatkan masing-masing peran.
Artikel ke 19 A Responce to Robert Heinich and Suzanne Damarin dari Michael J. Streibel. Artikel ini juga menarik, karena berisi respon terhadap dua artikel lain yang merespon tulisan dirinya. Saya melihat ada diskursus yang sangat hidup pada era ini. Kita disajikan pada cara berpikir yang konstruktif dan saintifik. Intinya penulis memberikan jawaban dengan argumentasi ilmiah terhadap dua tulisan yang ditujukan kepadaya.
Artikel 20 Critical Evaluation of Educational Software from a Social Perspective: Uncovering Some Hidden Assumptions dari J. Peter RotheResearh Manager Insurance Corporation of British Columbia. Penulis menyajikan hasil riset mereka ada beberapa kategori yang harus diperhatikan antara lain penggunaan bahasa, ideologi, profit, budaya dan etik dalam proses evaluasi kualitas perangkat lunak.
Artikel ke 21 berjuudl The Technologycal Worl-View and The Responsble USe of Computers in the Classroom yang ditulis oleh John. W. Murphy dari Univ Miami, dan J. T. Pardeck dari SMSU. Penulis berpendapat bahwa teknologi tidak dimaksudkan agar guru tinggal menggunakannya dalam kelas, namun teknologi menuntut teknologi dalam proses pembentukan cara pandang dunia tentang eksitensi sosial.
Section 5 Foundations yang berisi 4 artikel antara lain. Artikel pertama berjudul A Process for Looking at and Understanding dari Edmund B. Fieldman dari Art Education The University of Georgia. Artikel ini lebih banyak membahas tentang seni mempejari sesuatu baik dari apa yang dilihat, diobservasi, kemudian diinterpretasi. PAda prinsipnya setiap orang akan menjadi juri terhadap setiap fenomena yang ia alami dalam kesehariannya. Untuk menjadi juri yang kritis dan unggul maka perlu latihan dan cara pandang filsafat dan seni yang kuat juga.
Artikel 23 berjudul Discursive and Presentational Forms oleh Susanne K. Langer. Sejujurnya saya merasa kesulitan memahami topik ini. Namun setelah saya ulang-ulang tulisan ini berisi tentang dunia kebahasaan serta tentang bagaimana cara menyajian pesan. Mungkin ada kaitannya denagn ilmu desain pesan, bagaimana sebuah simbol, kalimat dapat menjelaskan suatu makna, dan bagaimana agar apa yang dimaksud oleh pembuat pesan dapat sampai di para pembaca sesuai yang dimaksudkan.
Artikel 24 berjudul The Precession of Simulacra ditulis oleh Jean Baudrillard dari University of Paris. The simulacrum is never that which conceals the truth-It is the truth which conceals that there is none. The simulacrum is true (Ecclesiastes). Tulisan ini juga tidak kalah memusingkan, karena mengandung kata-kata serapan bahasa Perancis yang tidak mudah dipahami.Namun saya menduga isinya tentang teori gambar dan pesan dibalik gambar. Ini juga masih terkait dengan cakupan dunia desain pesan dalam teknologi pendidikan.
Artikel 25 berjudul Metaphorical Roots of Curriculum Design oleh Herbert M. Kleibard dari The University of Wisconsin. Madison. Tulisan ini yang palign singkat hanya satu setengah halaman, Berisi penjelasan tentang metafor produksi, metafor pertumbuhan dan metafor perjalanan dari kurikulum itu sendiri.
Secition 6 berjudul Toward a Critical View: A Dissenting Statement yang terdiri dari satu artikel yang berjudul Curriculum Criticism: Misconceived Theory, III-Advised Practice. Ditulis oleh Rex Gibson dari Cambridge University. Secara umum penulis menjelaskan tentang isu-isu yang terkait denagn kritik terhadap kurikulum. Bagaimana kritik yang semestinya dan tidak semestinya. Pada bagian akhir penulis menjelaskan beberapa rekoendasi yang bisa diadopsi dalam praktik pengkajian kurikulum. Intinya ketika mengkaji suatu kurikulum harus mimiliki literatur yang cukup, kemudian yang tidak kalah penting harus muncul yang seharusnya bagaimana.
Demikian hasil bacaan singkat saya dari jam 17.30-21.30 WITA. Banyak keterbatasan karena ketidaktelitian, ini hanya upaya awal saya untuk mau membaca cepat dari buku yang sudah saya pinjam tadi siang. Tentu akan ada revisi pada bagian-bagian yang kemudian perlu saya sesuaikan. Semoga bermanfaat.
Hsinchu, 24 Desember 2020, 21.46
References: Hlynka, D., & Belland, J. C. (Eds.). (1991). Paradigms regained: The uses of illuminative, semiotic, and post-modern criticism as modes of inquiry in educational technology: A book of readings. Educational Technology.